GprlGfG6Gpr8TSG8Gfd9GUY7TY==

Hukum Berkabung Menurut Islam!

Pada 22 Ogos 2014 diisyhtiharkan Hari Berkabung Malaysia, iaitu sempena penerimaan 16 Jenazah mangsa pesawat MH17 pada bulan lalu... Jadi, pada hari itu seluruh negara dan rakyat dikehendaki berkabung dengan mengibarkan bendera separuh tiang, tiada muzik, dan segala hiburan lain dan digantikan dengan bacaan ayat suci al-Quran di semua media elektronik... Namun, sejauh mana kita faham konsep berkabung menurut syariat Islam yang sebenar??? SILA BACA SAMPAI HABIS!!!
sumber: google images

MAKNA BERKABUNG DALAM ISLAM
Berkabung, dalam bahasa Arabnya adalah al hadaad ( الْحَدَادُ ). Maknanya, tidak mengenakan perhiasan baik berupa pakaian yang menarik, minyak wangi atau lainnya yang dapat menarik orang lain untuk menikahinya [1]. Pendapat lain menyatakan, al hadaad adalah sikap wanita yang tidak mengenakan segala sesuatu yang dapat menarik orang lain untuk menikahinya seperti minyak wangi, celak mata dan pakaian yang menarik dan tidak keluar rumah tanpa keperluan mendesak, setelah kematian suaminya[2]

JENIS BERKABUNG
Al hadaad, terbagi menjadi dua. Pertama, berkabung dari kematian suami selama empat bulan sepuluh hari. Kedua, berkabung dari kematian salah satu anggota keluarganya, selain suami selama tiga hari.

Pembagian ini berdasarkan sabda Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa salllam : 

لَا يَحِلُّ لِامْرَأَةٍ تُؤْمِنُ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ أَنْ تُحِدَّ عَلَى مَيِّتٍ فَوْقَ ثَلَاثٍ إِلَّا عَلَى زَوْجِهَا رواه مسلم

"Tidak boleh seorang wanita yang beriman kepada Allah dan hari Akhir untuk berkabung atas kematian melebihi tiga hari, kecuali atas kematian suaminya" [3] 

Dan dalam riwayat Bukhari terdapat tambahan lafazh :

فَإِنَّهَا تُحِدُّ عَلَيْهِ أَرْبَعَةَ أَشْهُرٍ وَعَشْرًا

"Maka ia berkabung atas hal tersebut selama empat bulan sepuluh hari"[4]

HUKUM BERKABUNG ATAS KEMATIAN SUAMI
Ulama ahlu sunnah sepakat, kecuali Al Hasan Al Bashri, Al Hakam bin Utaibah dan Asy Sya’bi, menyatakan bahwa hukum berkabung dari kematian suami selama empat bulan sepuluh hari adalah wajib. 

Allah berfirman: 

وَالَّذِينَ يُتَوَفَّوْنَ مِنكُمْ وَيَذَرُونَ أَزْوَاجًا يَتَرَبَّصْنَ بِأَنفُسِهِنَّ أَرْبَعَةَ أَشْهُرٍ وَعَشْرًا فَإِذَا بَلَغْنَ أَجَلَهُنَّ فَلاَ جُنَاحَ عَلَيْكُمْ فِيمَا فَعَلْنَ فِي أَنفُسِهِنَّ بِالْمَعْرُوفِ وَاللهُ بِمَا تَعْمَلُونَ خَبِيرُُ 

"Orang-orang yang meninggal dunia di antaramu dengan meninggalkan isteri-isteri (hendaklah para isteri itu) menangguhkan dirinya (ber'iddah) empat bulan sepuluh hari. Kemudian apabila telah habis masa 'iddahnya, maka tiada dosa bagimu (para wali) membiarkan mereka berbuat terhadap diri mereka menurut yang patut. Allah mengetahui apa yang kamu perbuat" [Al Baqarah:234].

Dari Zainab bintu Abu Salamah, beliau berkata :

سَمِعْتُ أُمَّ سَلَمَةَ تَقُولُ جَاءَتْ امْرَأَةٌ إِلَى رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَتْ يَا رَسُولَ اللَّهِ إِنَّ ابْنَتِي تُوُفِّيَ عَنْهَا زَوْجُهَا وَقَدْ اشْتَكَتْ عَيْنَهَا أَفَتَكْحُلُهَا فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لَا مَرَّتَيْنِ أَوْ ثَلَاثًا كُلَّ ذَلِكَ يَقُولُ لَا ثُمَّ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِنَّمَا هِيَ أَرْبَعَةُ أَشْهُرٍ وَعَشْرٌ وَقَدْ كَانَتْ إِحْدَاكُنَّ فِي الْجَاهِلِيَّةِ تَرْمِي بِالْبَعْرَةِ عَلَى رَأْسِ الْحَوْلِ 

"Aku telah mendengar Ummu Salamah berkata: “Seorang wanita datang menemui Rasulullah dan berkata,’Wahai, Rasulullah! Sesungguhnya putriku ditinggal mati suaminya, dan ia mengeluhkan sakit pada matanya. Apakah ia boleh mengenakan celak mata?’.” Lalu Rasulullah menjawab “Tidak!” sebanyak dua atau tiga kali, semuanya dengan kata tidak. Kemudian Rasulullah berkata: “Itu harus empat bulan sepuluh hari, dan dahulu, salah seorang dari kalian pada zaman jahiliyah membuang kotoran binatang pada akhir tahun.”

لَا يَحِلُّ لِامْرَأَةٍ تُؤْمِنُ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ أَنْ تُحِدَّ عَلَى مَيِّتٍ فَوْقَ ثَلَاثٍ إِلَّا عَلَى زَوْجِهَا رواه مسلم

"Tidak boleh seorang wanita yang beriman kepada Allah dan hari Akhir untuk berkabung atas kematian melebihi tiga hari, kecuali atas kematian suaminya.

Perkataan Ulama Dalam Hal Ini :
Ibnu Qudamah (wafat tahun 620 H) menyatakan: Kami tidak mengetahui perbedaan pendapat di antara para ulama tentang kewajiban Al hadaad (berkabung) atas wanita yang suaminya meninggal kecuali dari Al Hasan, beliau menyatakan tidak wajib. Namun pendapat ini adalah pendapat yang syadz (aneh, menyelisihi) pendapat para ulama dan menyelisihi sunnah sehingga pendapat tersebut tidak signifikan.

Ibnu Al Qayyim (wafat tahun 751H) berkata : Umat telah berijma’ tentang kewajiban Ahdaad bagi wanita yag ditinggal mati suaminya, kecuali yang diriwayatkan dari Al Hasan dan Al Hakam bin Utaibah.[8]

HUKUM BERKABUNG ATAS KEMATIAN SALAH SATU KELUARGA SELAIN SUAMI
Bekabung atas kematian salah seorang kerabat atau keluarga selain suami diperbolehkan selama tiga hari saja dan tidak boleh lebih. Walaupun diperbolehkan, namun bila suami mengajak berhubungan intim, maka wanita tersebut tidak boleh menolaknya.

Ibnu Hajar (wafat tahun 852 H) menegaskan: Syari’at memperbolehkan seorang wanita untuk berkabung atas kematian selain suaminya selama tiga hari, karena kesedihan yang mendalam dan penderitaan yang mendera karena kematian orang tersebut. Hal itu tidak wajib menurut kesepakatan para ulama. Namun seandainya suami mengajaknya berhubungan intim (jima’) maka ia tidak boleh menolaknya.

Ibnu Hazm (wafat tahun 456 H) menyatakan: Seandainya seorang wanita berkabung selama tiga hari atas kematian bapak, saudara, anak, ibu atau kerabat lainnya, maka hal itu mubah.

Ibnu Al Qayyim (wafat tahun 751 H) juga menyatakan: Berkabung atas kematian suami hukumnya wajib dan atas kematian selainnya boleh saja.

SYARAT-SYARAT DIWAJIBKANNYA AL-HADAAD 
1). Wanita tersebut berakal dan baligh. Para ulama telah bersepakat bahwa wanita yang baligh dan berakal diwajibkan melewati masa al hadaad. Namun mereka masih berselisih pendapat tentang wanita yang belum memasuki masa baligh atau gila. Pendapat yang rajih adalah pendapat mayoritas ulama yang mewajibkannya
2). Beragama Islam. Syarat ini juga telah disepakati para ulama. Perbedaan pendapat terjadi pada wanita ahli kitab apakah dikenakan kewajiban ini atau tidak ? Pendapat yang rajih adalah pendapat mayoritas ulama yang menyatakan hal itu diwajibkan atas wanita ahli kitab yang menikah dengan muslim, lalu suaminya meninggal dunia.
3). Menikah dengan akad yang shahih.

MASA WAKTU BERKABUNG DAN CARA MENGHITUNG HARINYA
Masa berkabung bagi wanita adalah empat bulan sepuluh hari. Ini berlaku pada semua wanita, kecuali yang hamil. Wanita hamil yang ditinggal mati suaminya, berkabung sampai melahirkan, berdasarkan firman Allah Subhanahu wa Ta'ala :

"Dan perempuan-perempuan yang hamil, waktu iddah mereka itu ialah sampai mereka melahirkan kandungannya. Dan barangsiapa yang bertaqwa kepada Allah niscaya Allah menjadikan baginya kemudahan dalam urusannya" [Ath Thalaaq : 4]

Juga hadits Subai’ah yang berbunyi:

كَتَبَ عُمَرُ بْنُ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ الْأَرْقَمِ الزُّهْرِيِّ إِلَى عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عُتْبَةَ يُخْبِرُهُ أَنَّ سُبَيْعَةَ أَخْبَرَتْهُ أَنَّهَا كَانَتْ تَحْتَ سَعْدِ بْنِ خَوْلَةَ وَهُوَ فِي بَنِي عَامِرِ بْنِ لُؤَيٍّ وَكَانَ مِمَّنْ شَهِدَ بَدْرًا فَتُوُفِّيَ عَنْهَا فِي حَجَّةِ الْوَدَاعِ وَهِيَ حَامِلٌ فَلَمْ تَنْشَبْ أَنْ وَضَعَتْ حَمْلَهَا بَعْدَ وَفَاتِهِ فَلَمَّا تَعَلَّتْ مِنْ نِفَاسِهَا تَجَمَّلَتْ لِلْخُطَّابِ فَدَخَلَ عَلَيْهَا أَبُو السَّنَابِلِ بْنُ بَعْكَكٍ رَجُلٌ مِنْ بَنِي عَبْدِ الدَّارِ فَقَالَ لَهَا مَا لِي أَرَاكِ مُتَجَمِّلَةً لَعَلَّكِ تَرْجِينَ النِّكَاحَ إِنَّكِ وَاللَّهِ مَا أَنْتِ بِنَاكِحٍ حَتَّى تَمُرَّ عَلَيْكِ أَرْبَعَةُ أَشْهُرٍ وَعَشْرٌ قَالَتْ سُبَيْعَةُ فَلَمَّا قَالَ لِي ذَلِكَ جَمَعْتُ عَلَيَّ ثِيَابِي حِينَ أَمْسَيْتُ فَأَتَيْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَسَأَلْتُهُ عَنْ ذَلِكَ فَأَفْتَانِي بِأَنِّي قَدْ حَلَلْتُ حِينَ وَضَعْتُ حَمْلِي وَأَمَرَنِي بِالتَّزَوُّجِ إِنْ بَدَا لِي 

"Umar bin Abdillah bin Al Arqam Az Zuhri menulis surat kepada Abdullah bin ‘Utbah memberitahukan kepadanya, bahwa Subai’ah telah menceritakan kepadanya bahwa ia (Subai’ah) adalah istri Sa’ad bin Khaulah yang berasal dari Bani ‘Amir bin Lu’ai dan dia ini termasuk orang yang ikut perang Badr. Lalu Sa’ad meninggal dunia pada haji wada’ sedangkan Subai’ah dalam keadaan hamil. Tidak lama kemudian setelah suaminya wafat, ia melahirkan. Ketika selesai nifasnya, maka Subai’ah berhias untuk dinikahi. Abu Sanaabil bin Ba’kak seorang dari Bani Abduddar menemuinya sembari berkata: “Mengapa saya lihat kamu berhias, tampaknya kamu ingin menikah? Tidak demi Allah! Kamu tidak boleh menikah sampai selesai empat bulan sepuluh hari.” Subai’ah berkata: “Ketika ia bicara demikian kepadaku, maka aku memakai pakaianku pada sore harinya, lalu aku mendatangi Rasulullah dan menanyakan hal tersebut. Kemudian Rasulullah memberikan fatwa kepadaku, bahwa aku telah halal dengan melahirkan dan memerintahkanku menikah bila kuinginkan.”

Oleh karena itu Imam Ibnu Al Qayyim menyatakan: ‘Adapun orang yang hamil, jika telah melahirkan, maka gugurlah kewajiban berkabungnya tersebut menurut kesepakatan mereka (para ulama), sehingga ia boleh menikah, berhias dan memakai wangi-wangian untuk suaminya (yang baru) dan berhias sesukanya.

Sedangkan Ibnu Hajar menyatakan: Mayoritas ulama dari para salaf dan imam fatwa di berbagai egeri berpendapat bahwa orang yang hamil jika wafat suaminya menjadi halal (boleh menikah) dan selesai masa iddahnya dengan melahirkan.

Masa berkabung ini dimulai dari hari kematian suami, walaupun berita kematiannya terlambat ia dengar. Demikianlah pendapat mayoritas para sahabat, para imam empat madzhab, Ishaq bin Rahuyah, Abu Ubaid dan Abu Tsaur.

Perhitungannya dengan menggunakan bulan Hijriyah. Sebagai contoh, seorang wanita ditinggal mati suaminya pada lima hari sebelum bulan Dzulhijjah, maka ia hitung sisa Dzulhijah tersebut dan melihat hilal Muharram, Shafar, Rabi’ul awal dan Robi’u Al Tsani, bila telah genap empat bulan, maka ia gabungkan sisa hari dalam bulan Dzulhijah yang telah dilewati sebelumnya dengan menambahinya sampai genap sepuluh hari empat bulan. Setelah itu, ia boleh berhias sebagaimana wanita lainnya. 

HAL-HAL YANG DILARANG DALAM MASA BERKABUNG
Secara ringkas, wanita yang sedang menjalani masa berkabung, tidak boleh melakukan segala sesuatu yang diharamkan pada wanita yang sedang menunggu masa iddah seperti berhias atau hal-hal lain yang dapat menarik perhatian lelaki untuk menikahinya. 

Diharamkan pada wanita yang berkabung ini semua yang diharamkan pada orang yang menunggu masa iddah dari berhias atau yang lainnya yang dapat menarik untuk menikahinya. 

HUKUM BERKABUNG KEMATIAN PEMIMPIN ATAU ORANG LAIN

Soalan:
Apabila berlaku kematian membabitkan pembesar negara. Kita sering melihat sebahagian rakyat memakai pakaian tertentu seperti baju hitam/sokong berlilit putih dan sebagainya. Adakah amalan ini ada dalam ajaran Islam?

Jawapan 1:
Dalam ajaran Islam, yang diwajibkan berkabung hanyalah isteri kematian suami iaitu selama 4 bulan 10 hari. Ini telah ditegaskan oleh al-Quran dan al-Sunnah. Dalam Surah al-Baqarah ayat 234, maksudnya:

“Dan mereka yang meninggal dunia antara kamu dengan meninggalkan isteri-isteri, hendaklah mereka menangguh (menunggu iddah) selama empat bulan, 10 hari..”.

Dalam hadis Nabi SAW bersabda:
“Tidak halal bagi seorang wanita yang beriman kepada Allah dan Hari Akhirat untuk berkabung atas kematian melebihi tiga hari, kecuali atas kematian suaminya, iaitu empat bulan 10 hari.” (Riwayat al-Bukhari dan Muslim).

Berkabung dengan pantang larangnya mempunyai latar sejarah yang tersendiri yang berasal daripada amalan masyarakat Arab sebelum kedatangan Islam. Walau bagaimanapun, Islam membuang amalan buruk yang ada padanya dan mengekalkan atau menambah nilai-nilai baik agar dapat menjaga serta memelihara nama baik seorang isteri.

2. Hadis Nabi SAW:
“Tidak halal bagi seorang wanita yang beriman kepada Allah dan Hari Akhirat untuk berkabung atas kematian melebihi tiga hari, kecuali atas kematian suaminya.” (Riwayat al-Bukhari dan Muslim)

Hadis ini menunjukkan bahawa selain isteri, tidak dibolehkan berkabung melainkan keizinan atau kelonggaran kepada wanita yang kematian keluarga, dengan syarat tidak lebih dari tiga hari. Sebab itu dalam riwayat Zainab binti Abi Salamah, dia berkata,

“Aku masuk menemui Ummu Habibah r.ha iaitu isteri Nabi SAW ketika sampainya berita kematian ayahnya Abu Sufyan r.a dari negeri Syam. Pada hari ketiga setelah ayahnya (Abu Sufyan) meninggal, Ummu Habibah meminta minyak wangi lalu mengusapkannya pada kedua sisi wajahnya dan kedua pergelangannya. Beliau berkata: Demi Allah! Aku sebenarnya tidak berkeinginan terhadap wangian, cumanya kerana aku pernah mendengar Rasulullah SAW : Tidak halal bagi seorang wanita yang beriman kepada Allah dan Hari Akhirat untuk berkabung atas kematian melebihi tiga hari, kecuali atas kematian suaminya, iaitu empat bulan 10 hari.”

3. Telah wafat Rasulullah SAW sedangkan para sahabat baginda yang amat mengasihi baginda tidak melakukan amalan berkabung. Telah wafat para khalifah yang sangat mulia; Abu Bakr, Umar, Uthman, ‘Ali dan seluruh para sahabat Nabi SAW yang mulia, umat Islam tidak pernah membuat amalan berkabung! Telah meninggal ‘Umar bin ‘Abd al-Aziz khalifah yang agung, umat Islam juga tidak berkabung. Padahal mereka lebih layak untuk ditangisi dan berkabung –jika diizinkan.

Generasi mereka lebih faham dan menghayati Islam dibandingkan kita. Telah meninggal ramai ulama yang sangat besar dan berjasa seperti para tabi’in, para imam hadis dan fekah, tidak pula umat Islam berkabung. Apakah ada sesiapa yang lebih mulia dari mereka semua untuk kita berkabung?

4. Maka amalan berkabung sempena kematian pembesar atau kerabat istana bukanlah dari ajaran Islam. Bahkan menyanggahi apa yang ditegaskan oleh Rasulullah SAW. Mereka yang meninggal pada hari ini tidak lebih mulia dari insan-insan soleh bermula Rasulullah SAW dan selepas baginda. Jika kematian mereka pun umat tidak berkabung kerana mematuhi arahan Rasulullah SAW, apakah kita merasai pembesar dan kerabat yang meninggal pada zaman ini lebih mulia dari mereka? Sama sekali tidak. 

PERKONGSIAN PENULISAN INI HANYA UNTUK BERI KEFAHAMAN SEBENAR TENTANG KONSEP DAN HUKUM BERKABUNG DALAM ISLAM. BERKABUNG DALAM ISLAM ADALAH HANYA UNTUK ISTERI YANG KEMATIAN SUAMI, ITUPUN HANYA 3 HARI UNTUK BERSEDIH... BUKAN 40 HARI SEBAGAIMANA AMALAN ADAT DI MALAYSIA.

Amalan berkabung bagi menghormati kematian seseorang adalah harus dan tidak bercanggah dalam Islam, kata Dekan Institut Antarabangsa Pemikiran dan Tamadun Islam (ISTAC), Universiti Islam Antarabangsa Malaysia (UIAM), Prof. Emeritus Datuk Dr. Mahmood Zuhdi Abdul Majid.

Bagaimanapun, katanya, amalan itu tidak boleh dilakukan secara berlebihan dengan penganjuran upacara tertentu yang dilarang oleh Islam. [Petikan dari Utusan Malaysia]

Jadi cukup sekadar bersedih bagi menghormati keluarga mangsa dengan tidak mengadakan hiburan berlebihan. Upacara-upacara tertentu itu sebenarnya lebih kepada adat di Malaysia dan tiada dalam syariat Islam. 

16Ulasan

  1. alhamdulillah.. terima kasih untuk ilmu ini kak maria :)

    BalasPadam
  2. mungkin kita boleh anggap yang kita turut sama berduka dan jugak menghormati keluarga mangsa...jgn sampai melangkau syariat...

    BalasPadam
  3. TQ berkonsi ilmu sis..berkabung pun jangan lah melebihi apa yg sepatut nya kan...

    BalasPadam
  4. so maknanya xperlu berkabung laa esok kan.. hanya ahli keluarga mangsa mh17 sahaja..

    BalasPadam
    Balasan
    1. Pendustaan atas nama agama bukanlah perkara yang baru..

      http://www.e-fatwa.gov.my/blog/hukum-tafakkur-dan-berkabung

      Padam
  5. Bertafakur pun dah cukup rasanya

    BalasPadam
  6. Ingatlah, pendustaan atas nama agama bukanlah perkara yang baru...

    http://www.e-fatwa.gov.my/blog/hukum-tafakkur-dan-berkabung

    BalasPadam
  7. Saya follow ijmak ulamak di malaysia

    http://www.e-fatwa.gov.my/blog/hukum-tafakkur-dan-berkabung

    BalasPadam
  8. Assalam...

    "...BERKABUNG DALAM ISLAM ADALAH HANYA UNTUK ISTERI YANG KEMATIAN SUAMI, ITUPUN HANYA 3 HARI UNTUK BERSEDIH... BUKAN 40 HARI SEBAGAIMANA AMALAN ADAT DI MALAYSIA."

    tp dlm bacaan di ats menyatakn isteri *wajib* berkabung 4 bln 10 hari atas kematian suami, which is about 130 days...mgkn ada typo dlm conclusion anda?

    BalasPadam
    Balasan
    1. Hukum berkabung 4 bln 10 hari itu brmksd iddah .. Berkbung dgn sbb sedih hnya tiga hari...

      Padam

Terima kasih, lain kali komen lagi ea... ^_^
P/s: KOMEN YANG MENGANDUNGI LINK/URL AKTIF TIDAK AKAN DIAPPROVE. TQ